Tuesday, December 29, 2020

Kepompong Khalamanta



Kami adalah keluarga yang dalam menjalankan homeschooling ini masih ibarat seekor ulat kecil berwarna hijau. Menetas dari telur kupu-kupu berwarna terang yang menyukai hangatnya mentari jam sembilan pagi. Sebagai ulat kecil kami sangat ingin mengetahui apa saja yang ada di sekitar tempat tinggal kami. Semua daun yang terlihat segar kami makan tak bersisa. Itulah yang membuat kami tidak berhenti di satu pohon, selalu ingin mencoba berpindah tempat karena begitu menariknya dedaunan di sekeliling. 

Padahal jika mengingat saat kami masih dalam cangkang telur, semua tampak sama, semburat
warnanya pucat sekali. Keadaan kami pada waktu itu tergantung pada daun yang kami tumpangi, jika tertiup angin ke kiri maka kami pun akan ikut bergoyang ke arah kiri. Saat datang hujan badai, kami pun akan merasakan betapa kuat hempasan anginnya. Dan jika matahari sedang terik, kami pun akan merasakan gerah yang luar biasa. Kami belum punya pilihan harus bagaimana mengatasi berbagai keadaan yang datang silih berganti. 

Kemudian tiba di hari kami akan menetas, terlihat retak-retak kecil pada sebagian cangkang sehingga kami mulai bisa mengintip dari celah sempitnya. Sekilas banyak sekali warna indah dengan sinar jingga yang sangat terang. Tercium aroma tumbuhan, ada semilir angin masuk melalui retakan yang semakin mengangga sewaktu terdorong. Saat itu rasanya kami ingin sekali segera keluar dari himpitan sang cangkang.  

Dan di pagi buta kala itu ...
KRAKKKK!!!
Pecahlah belenggu cangkang. Waaahhh di luar begitu segar. Mata kami membelalak melihat alam begitu megah. Warna warni indah sekali, ada dedaunan yang basah menghijau tertutupi embun di sepanjang mata memandang, ada aroma bunga-bunga dan ada pula suara-suara alam. Segera kami berjalan untuk menjelajah sekitar. Meski cara berjalan kami masih lambat tapi bisa melihat dunia luar itu sangat menyenangkan. 

Kemudian, ulat-ulat kecil yang setelah beberapa waktu lalu keluar dari cangkang telur itu sekarang mulai menggeliat untuk bisa berjalan cepat mencari dedaunan segar karena itu membuat perut kami selalu lapar. 

Dari sinilah siklus hidup ulat-ulat kecil di mulai. Dimana selalu berharap bahwa fase yang akan dilalui dapat menjadi metamorfosa sempurna. Tetapi kami masih seekor ulat yang belum berani berandai-andai untuk menjadi kupu-kupu cantik. Harapan untuk menjadi kepompong saja masih harus melalui beberapa tahap. Karena sebagaimana ulat, kami akan mengalami pergantian bulu sekitar 5 atau 6 kali untuk kemudian kami akan menjadi kepompong. 

Jadi kami akan menikmati dulu menjadi seekor ulat yang berpetualang dalam sunyi rimba pulau terbesar di Indonesia ini. Seperti halnya keluarga terdahulu kami yang juga menjadi penghuni Khalamanta atau yang sekarang lebih di kenal dengan nama Kalimantan. Pulau dengan hutan hujan megah yang dijadikan sebagai salah satu paru-paru dunia.  

Keluarga besar kami adalah kupu-kupu tangguh dari tanah Jawa yang berpetualang di pulau berhawa panas ini sejak puluhan tahun yang lalu. Untuk kemudian kami pun dalam takdir indah mengikuti jejak mereka di tarik oleh pesona air sungai Mahakam yang mengandung "pelet" sehingga kami pun menuliskan jurnal kehidupan di pulau ini. Babak yang serupa tapi sebenarnya berbeda dari pendahulu kami. 

"Menjadi Kepompong Khalamanta adalah jalan yang harus kami lalui sesaat lagi."

Jika sampai waktunya, kepompong akan memberikan kamuflase untuk melindungi ulat yang sedang bermetamorfosis. Kebanyakan ulat akan membuat kepompong mereka di lokasi yang tersembunyi, seperti bagian bawah daun, di pangkal pohon, atau di cabang kecil.

Nantinya tidak akan ada istirahat di dalam kepompong. Ada banyak hal yang dilakukan di dalamnya. Dalam fase ini mengharuskan tubuh ulat yang lama dipecah untuk berubah menjadi makhluk baru. Dan pada beberapa jenis ulat, prosesnya bisa memakan waktu yang sangat lama. Harapan besarnya ketika sudah berada dalam rajutan kepompong yang penuh aktifitas itu, kami tetap tenang dan benar-benar dapat mempergunakan waktunya dengan sebaik mungkin.  

Ketika saat yang di tunggu tiba, barulah akan ada kupu-kupu cantik yang bersiap untuk keluar dari rajutan rumah kepompongnya. Sungguh proses menakjubkan yang dipersembahkan semesta.

  
Oleh karena itu "Dalam situasi apapun, jangan biarkan emosimu mengalahkan kecerdasanmu." 
-BUYA HAMKA- 

 










 






Monday, December 21, 2020

Homeschooling itu "Belantara"


Akhir-akhir ini saya melihat banyak sekali pro kontra tentang apa itu homeschooling. Dari penjabaran tentang cara menyelenggarakannya sampai metode dan kurikulum apa yang sebaiknya digunakan. Boom!!! Membuat saya berpikir apa yang saat ini saya dan keluarga jalani sudah tepat? Kok jadi meresahkan. Saya takut pendidikan si pesekolah rumah saya gagal. Kekhawatiran yang wajar terjadi, untuk itu haruslah secepatnya mencari pencerahan. Meski semakin banyak berselancar untuk mendapatkan bermacam informasi itu pastinya akan semakin membuat bimbang tetapi tetap saya lakukan. Bertukar pikiran dengan sesama homeschool mom dan mengikuti berbagai bentuk community sharing tentang pengalaman-pengalaman keluarga mereka dalam menjalankan homeschooling adalah pembelajaran untuk menemukan titik cerah yang saya cari.

Dan di satu pagi dengan aroma khasnya alam pedalaman saya memasak sambil sesekali memandang hujan deras dari jendela dapur. Mengingat setelah sekian waktu di tengah pusaran rumit soal cerita yang saya ciptakan sendiri ini belum kelar juga, sepertinya lebih baik memutuskan untuk tidak perlu menemukan jawaban apakah homeschooling  yang saya dan keluarga selenggarakan ini sudah tepat atau belum. Kembali saja ke proses awal, ikuti saja ritmenya, dampingi saja semua aktifitasnya. Sesederhana itu? Ya, kalaupun harus belajar dengan banyak buku tidak masalah, tanpa buku dan tidak menghafal apapun tak mengapa, model yang terstruktur maupun tidak, dengan atau tanpa metode, apapun itu bentuknya yang penting si pesekolah rumah menikmati kegiatannya. 

Karena saat memasuki homeschooling zone maka kita seakan berada di tengah belantara. Yang dibutuhkan adalah insting kuat dan mental baja untuk tetap tenang dalam menentukan arah agar dapat menemukan jalan mana yang paling nyaman untuk dilalui menuju tempat yang kita inginkan. Untuk itu bawalah bekal secukupnya, meski nanti di tengah jalan perbekalan menipis janganlah terlalu khawatir, di belantara ada beribu macam cara untuk mendapatkan sesuatu untuk di makan dan di minum karena alam telah sangat berbaik hati menyediakannya. Khawatirlah jika perbekalan terlalu banyak bisa-bisa beban di punggung malah menghambat laju perjalanan.

Pencerahan di tengah derasnya hujan di bulan-bulan penghujung akhir tahun telah memberi lonjakan semangat baru bahwa homeschooling adalah satu keyakinan dari sebuah keluarga yang ingin menghantar anak-anak mereka dengan cara berbeda di tiap-tiap rumahnya. Jadi biarlah di luar sana sedang mempermasalahkan definisi, bentuk dan metode yang seharusnya digunakan. Kembalikan saja kepada kebutuhan keluarga sendiri, yang mengikuti arus hanyalah ikan mati. 

Untuk semua keluarga homeschooling, teruslah belajar, bukalah pola pikir seluas mungkin, gali potensi kekuatan keluarga sedalam-dalamnya. Hempaskan semua keraguan dan pikiran negatif serta ketakutan-ketakutan yang dapat menjegal langkah kita. Bersiap selalu dengan segala kemajuan teknologi sehingga dapat mendidik anak-anak kita sesuai dengan jamannya. 

Karena di dunia ini "Tugas kita bukanlah untuk berhasil. Tugas kita adalah untuk mencoba, karena di dalam mencoba itulah kita menemukan dan belajar membangun kesempatan untuk berhasil." 
-BUYA HAMKA-