Salam bertumbuh dengan gembira dari kami di sunyinya perkebunan kelapa sawit.
Tulisan yang akan saya share kali ini adalah hasil dari obrolan santai dengan si mas pesekolah rumah di sela-sela kami berkegiatan.
Setiap keluarga dan bermacam keunikan peraturan di dalamnya sering menjadi topik pembicaraan dari hati ke hati bersama ananda. Dan yang menghangat dari sekian banyaknya pembahasan adalah family rules berbeda antara satu dengan yang lainnya tentang penggunaan gawai dan juga social media untuk anak-anak.
Menggulir pertanyaan mengapa belum diperbolehkan ber-gawai sendiri padahal hampir semua teman sebaya memiliki adalah pemantiknya. Kami, terutama saya yang memang masih tega untuk tidak mengijinkannya mempunyai gawai sendiri. Entah sampai kapan saya tetapkan peraturan ini, pasti nanti akan ada sendiri waktunya yang tepat yaitu di saat pola pikir dan usianya telah siap. Karena jika diperhatikan dari kesehariannya pun belum benar-benar membutuhkan.
Tidak sukanya akan games dalam gawai serta lebih fokusnya dia pada passion di bidang elektronik dan kesukaannya berkegiatan outdoor maka penggunaan gawai untuk beberapa hal semisal pembelajaran online bisa dengan laptop ataupun smartphone milik kami orang tuanya. Pembelajaran online yang saya maksud di sini adalah belajar tentang apapun melalui internet tidak hanya bersama teacher pendamping.
Saya berusaha menerangkan segamblang mungkin tentang banyaknya manfaat tetapi juga dengan sisi gelap bahayanya penggunaan gawai yang tidak terkontrol, baik itu bagi orang dewasa, remaja dan terutama untuk anak-anak.
Dengan tidak memiliki gawai sendiri di usia yang belum cukup ini maka inti pembelajarannya adalah bagaimana caranya meminjam barang milik orang lain dan cara memperlakukan barang pinjaman tersebut dengan baik. Sedangkan jika memiliki gawai sendiri maka akan beresiko pada pemakaian yang jika kurang pengawasan dari orang tua dapat berdampak buruk bagi tumbuh kembang ananda sendiri. Baik dari sisi bahasa, daya ingat, kemampuan motorik, psikologis dan emosi anak juga dari segi kesehatan, belum lagi jika sampai adiksi yang pasti cukup mempengaruhi mental. Untuk yang remaja dan dewasa pun juga sama, yang mana jika penggunaan social media tidak dibatasi maka akan berdampak pada keseharian. Dari menjadi kurang produktif, tidak bahagia dengan hidupnya sendiri hingga depresi serta berbagai efek mengerikan radiasi gawai pada tubuh manusia.
Tak lupa menceritakan pengalaman buruk saya saat belum terlalu memahami cara bermain social media. Begitupun dengan beberapa hal yang saat ini sedang saya lakukan untuk mengurangi dampak buruknya seperti mematikan notification, mute, unfollow dan bahkan uninstall aplikasinya untuk yang saya rasa malah menjadi toxic. Tidak lagi scroll serta mulai post di waktu-waktu tertentu saja dengan pertimbangan pemilihan materi untuk di unggah.
Semua penjelasan itu pastinya belum seluruhnya dapat di cerna dengan baik tetapi setidaknya si mas pesekolah rumah sudah mendapatkan alasan yang logic mengapa orang tuanya belum memberi ijin mempunyai gawai sendiri untuk saat ini apalagi sampai bermain social media.
Jangan punya gawai, Nak ...
Tunggulah sampai usiamu mencukupi.
Ikuti saja passion mu, banyaklah berpetualang di alam bebas sekelilingmu,
Karena gawai hanyalah salah satu alat yang mempunyai banyak manfaat jika paham dan bijak dalam penggunaannya.
Tetapi akan menjadi candu jika sang pemilik tidak tahu cara mengendalikan penggunaannya.
Jadi jangan menyalahkan alatnya tetapi sedini mungkin mulai membentengi diri dari bahayanya.
Kutai Kartanegara,
Juni 2021