Friday, March 4, 2022

"Ada Hantu Di Perkebunan?"


    Mengapa berjudul "Ada Hantu Di Perkebunan?" 
Begini ceritanya ... 

    Berawal di suatu petang. Langit tampak bermendung gelap dengan sedikit rintik hujan dibarengi suara berderak khas pelepah pohon kelapa sawit tua saat bergesekan terkena angin. Si mas pesekolah rumah pulang dari masjid selepas sholat maghrib dengan wajah pucat dan tergopoh-gopoh memasukkan sepeda roda dua kesayangannya sambil bertanya "Ibu ... hantu itu seperti apa?" 

    Terkejut dengan pertanyaan itu, saya langsung menggandeng tangannya dan memberi minum agar nafasnya kembali teratur. Sambil berpikir bagaimana menjawab pertanyaan yang sebisa mungkin sesuai dengan nalar anak agar nantinya dapat dijadikan bahan diskusi sampai dia dewasa kelak. 

    Karena bentuk, wujud dan rupa hantu itu tergantung asumsi masing-masing individu. Oleh karena itu ada yang berpendapat bahwa hantu itu berwarna putih dan melayang-layang, yang lain berkeyakinan bahwa hantu itu berbulu lebat, besar dan berwajah seram, adapula yang berkata hantu itu cantik, berbau harum dengan suara tawa yang semacam ringkikan kuda, semua itu sah-sah saja karena menurut saya sampai saat ini belum ada gambaran baku tentang wujud mereka. Dalam pandangan saya, jika berhubungan dengan hantu, setan, jin atau apapun namanya itu masih abstrak untuk di perdebatkan yang dapat memunculkan konklusi baku tentang bentuk, rupa wujud mereka.

    Dengan beberapa pilihan jawaban untuk pertanyaan tersebut, saya ambil opsi yang lebih bersahabat untuk pola pikir anak agar dapat di terima logika mereka. "Menurut ibu, hantu itu sama seperti kita manusia, punya keluarga, punya rumah, makan minum dan pergi ke pasar tetapi kita tidak bisa melihat mereka meskipun mereka ada di sekeliling kita. Mereka itu hidup berdampingan dengan kita tetapi untuk bentuknya seperti apa ibu juga tidak tahu, bisa saja segitiga, lingkaran ataupun belah ketupat. Mungkin bisa kita samakan dengan bentuk alien. Tidak ada yang mengetahuinya dengan pasti."

    Dengan harapan dia akan berpikir lebih dalam lagi dan membuat pertanyaan lain semisal bagaimana cara hantu makan dan minum ataupun cara mereka berkembang biak, dengan membelah diri atau bertelur, kemudian cara mereka bernafas dengan kulit seperti cacing atau dengan insang bahkan bisa saja tidak bernafas. Banyak sekali kemungkinannya karena untuk mengetahui anatomi makhluk tak kasat mata ini juga belum sedetail itu informasinya sampai saat ini.

    Mendengar penjelasan seperti itu, dia terbelalak, "Jadi di samping kita semua ini ada hantu tapi tidak kelihatan? Ibu juga tidak bisa lihat kah? ... tapi ada suaranya kah buuu ...? Kata teman-temanku di masjid tadi, "Kau gak takut kah kalau pulang lewat pohon beringin di ujung itu ada suara tertawa ...?!?"

    Ini pertanyaan sambungan yang makin membuka diskusi tentang wujud serta suara hantu. Ternyata telah beredar cerita seram di kalangan anak-anak perkebunan tentang suara tawa di pohon beringin yang letaknya ada di belakang bangunan sebuah mess untuk para tamu yang datang dari luar perkebunan dalam rangka pekerjaan. Cerita horror bahwa sering terdengar suara tawa di malam hari saat ada yang melintas di jalanan samping pohon tersebut. Itu lah yang membuat teman-temannya penasaran ingin tahu seberapa besar keberanian ini anak untuk pergi dan pulang sendiri ke masjid di saat suasana telah gelap dan harus melewati pohon yang konon dikatakan sebagai tempat tinggal makhluk dari dunia lain. 

    Untuk menjelaskan dengan tidak membangun ketakutan lain lagi memang perlu ekstra hati-hati dalam pemilihan kalimatnya. Jadi saya lanjutkan dengan memberi penjelasan yang sederhana, "Selain malaikat, satu lagi dari ciptaan Tuhan yang tidak terlihat oleh mata manusia adalah hantu. Dan hantu juga bermacam jenisnya sama seperti bintang di langit dengan banyak nama dan macamnya, sama juga seperti tumbuh-tumbuhan dan hewan di sekeliling kita yang mempunyai ratusan bahkan ribuan jenis. Nah, dari semua makhluk tersebut ada yang dapat bersuara dan tidak terdengar suaranya oleh telinga manusia. Sekarang ibu ingin tahu, menurutmu sendiri bagaimana bentuk dan suara hantu itu?" Agak lama dia berusaha mengaitkan cerita teman dan jawaban disertai pertanyaan dari ibunya. "Hmm ... hantu itu seram lah, suaranya juga seram." yang saya timpali dengan pertanyaan lain, "Memangnya pernah lihat dan dengar sendiri suara hantu?" Dia menjawabnya dengan cepat, "Pernah, lihat di film horror." 

   Obrolan tentang hantu yang makin seru, "Baiklah, tidak masalah kalau pernah lihatnya di film dengan wajah serta suara seram. Tapi apakah film tentang hantu itu nyata atau hanya karangan manusia saja?" Matanya tampak menerawang mencari-cari jawaban, "Ahha, film itu kan buatan manusia, jadi gak betulan kah bu ... jadi kalau lewat pohon beringin di belakang mess itu gak usah takut kah kalau hantunya tertawa? kan gak kelihatan juga ya..." 

    Masih berusaha menjelaskannya lagi tapi tetap tanpa klasifikasi khusus, "Sekarang begini, pernah kah lihat ibu takut bangun tengah malam? Ibu kadang berkegiatan tengah malam sambil mendengar banyak macam suara binatang, suara angin, dan mungkin suara hantu tertawa karena suara hantu tertawa bisa jadi tidak sama seperti suara manusia saat tertawa. Karena bagaimana rupa, bentuk dan wujudnya saja belum ada kejelasan apalagi suaranya. Hmm ... masih ingat tentang poltergeist?" Terdiam menatap saya kemudian mengangguk. "Benda-benda di dunia ini dapat bergerak tiba-tiba tanpa kita ketahui kekuatan apa yang menggerakkannya, bisa jadi ada medan magnet di sekitarnya atau entahlah. Seperti yang sering kita lihat sendiri saat nature walk pagi hari, di antara rimbun dedaunan ada satu daun yang bergerak sendiri dengan gerakan yang sangat cepat. Ibu selalu katakan jangan takut karena ini kemungkinan adalah poltergeist dan itu sangat wajar terjadi."

    Memberi umpan balik seringnya cukup ampuh untuk menjawab sebuah pertanyaan. Saat dia menggeleng untuk menyatakan tidak pernah melihat ibunya takut saat tengah malam harus melakukan beberapa hal, kembali saya tekankan, "Kalau begitu, kenapa harus takut dengan hantu dan suaranya yang masih belum kita tahu pasti seperti apa, ya kan ...?" Dia tersenyum sambil berkata,"Kalau aku takut, aku baca doa aja ya buuu ..." Dengan satu anggukan dari ibunya paling tidak bisa membuat ketakutannya tadi berganti dengan rasa nyaman. Walaupun belum bisa dipastikan apakah esok hari dia akan mampu mengalahkan rasa takutnya saat melintas di jalanan samping pohon beringin.

    Kalau throw back ke beberapa tahun yang lalu. Selama kami tinggal di sini, sedikitpun dia tidak pernah takut pada gelapnya perkebunan. Saat si ayah tidak bisa menemani karena belum pulang dari kantor, dengan bersepeda dia pergi dan pulang sendiri ke masjid meski suasana sekitar sudah gelap sekalipun. Kebiasaan menjadi pemberani sedari usia 5 tahun ini tidak boleh hilang begitu saja hanya karena cerita seram dari teman-temannya. Tetapi tidak bisa dihindari pada anak-anak usia 9 tahunan memang sudah mulai muncul rasa takut sebagai bentuk sinyal waspada akan ancaman dari luar, ini bagus untuk tumbuh kembangnya. Pengalaman berharga pula untuknya bahwa ada berbagai macam perasaan dalam diri manusia yang bisa di redam dengan logika. 

    Mungkin si mas pesekolah rumah ini memang tidak pernah memakai seragam pramuka tapi dalam jiwanya ada api semangat pemberani sebagai praja muda karana dari pedalaman Kalimantan Timur. 

    "All the World is my School ... Setiap kejadian adalah pelajaran kehidupan yang tak tergantikan oleh mata pelajaran apapun karena bagi keluarga homeschooler seperti kami, seluas bentang alam raya ini adalah sekolah."


Salam bertumbuh dengan gembira,

Kutai Kartanegara, Maret 2022