Memandang hasil tangkapan dari kamera smarphone inilah yang dapat menggambarkan mengapa saya jatuh cinta pada tempat sunyi meski harus sering bertemu dengan banyak spesies serangga yang selalu saya takuti, Tanah Hulu. Tempat bernaung dari segala macam rasa. Tempat aman bersembunyi dari hiruk pikuk kota. Tempat berteduh dari segala susahnya berjalan di keramaian dunia. Dan disinilah tempat saya duduk terdiam memandang kagum akan ciptaanNya.
Saya, dengan semua kekurangannya, bersyukur selalu dapat menjadi produktif di "Negri Dongeng" Kutai Kartanegara ini, meski di "Bumi Biru" Malang pun tetap pula berusaha seproduktif mungkin. Semua itu karena menjadi modern mom setidaknya bisa menghasilkan sesuatu yang suatu saat nanti dapat di kenang, sekalipun oleh diri saya sendiri. Bersyukur pula karena Dia telah membawa saya dalam takdir terbaik, membersamai ananda dalam semua rutinitasnya. Melihat dia bertumbuh di Kelas Tanpa Sekat, Homeschooling yang sedari awal penyelenggaraannya tidak mengacu pada metode apapun, hanya terstruktur agar ananda selalu disiplin tetapi dijalani sealamiah mungkin sebagaimana lingkungan sekitarnya.
Untuk kemudian menjadi sangat sering melakukan Lintas Alam adalah karena arus ritme keseharian yang memang tinggal di tengah perkebunan yang bersinggungan langsung dengan hutan. Kondisi saat ini rasanya seperti film Nim's Island yang pernah saya tonton di tahun 2008. Waktu itu saya suka sekali melihat film adventure ini. Film yang bercerita tentang Nim, seorang anak perempuan kecil yang mengikuti orang tuanya melakukan penelitian di tengah laut. Pada penelitian tersebut kapal yang mereka gunakan untuk berlayar terlalu dekat dengan kerumunan paus. Saat terjadi ombak besar, paus-paus itu pun menyerang mereka dan ibu Nim terseret oleh paus tersebut. Menghilang dan tidak kembali lagi. Nim dan ayahnya sangat sedih dan bertekad akan mengelilingi lautan di bumi untuk menemukan ibunya. Namun mereka malah terdampar di pulau tak berpenghuni. Akhirnya mereka memutuskan untuk tinggal di pulau tersebut. Kemudian Nim mulai berteman akrab dengan hewan-hewan di pulau tersebut. Interaksi dengan orang luar hanya dilakukan kepada kapal barang yang terkadang mereka temui. Kapal barang tersebut memasok keperluan sehari-hari, termasuk buku bacaan. Ya, pada akhirnya Nim menjalani homeschooling di tengah pulau terpencil dengan segala yang berakar pada alam.
Dan saya ingat sekali saat menonton film tersebut saya membayangkan pasti nyaman sekali berada di tengah alam sambil belajar segala hal meski tanpa bersekolah formal. Berkegiatan bersama angin, daun, air, dan bintang di malam hari sungguh satu hal yang waktu itu hanya ada dalam bayangan saya. Dan ternyata Dia membawa saya dalam heningnya Tanah Hulu dengan rutinitas bersama ananda di segala kegiatan yang berujung dengan Nature Walk. Semua mengalir begitu saja bahkan saat rasa jenuh yang juga terkadang singgah, terapinya pun menyatu dengan alam yaitu Forest Bathing. Blusukan di celah-celah daun dan rimbunnya pepohonan untuk menghirup aroma murni hutan hujan tropis memang tidak tertandingi. Tidak ada liburan lain yang saya inginkan selain kembali ke alam meski setiap detik berada dan hidup di tengah derasnya hujan di hari-harinya hutan hujan ini.
Itulah mengapa jika ada yang bertanya kenapa betah sekali di perkebunan, jawabnya karena saya jatuh cinta pada alamnya. Ya, Kutai Kartanegara & Nim's Island adalah sekilas bayangan yang menjadi kenyataan. Thanks God.
No comments:
Post a Comment