Saya pernah menjadi Stupid Mom dalam WAG yang menjadi korban bullying, tapi saya memaafkan dan bangkit untuk menjadi Homeschool Mom yang Bahagia dan Produktif.
Beberapa tahun yang lalu saat saya mulai pindah ke perkebunan kelapa sawit karena mendampingi suami yang bekerja sebagai karyawan di perkebunan, media sosial belum seperti saat ini. Meski saya sudah aktif di salah satu platform tapi belum marak pembentukan grup-grup whatsapp. Saya menjalani hari-hari dengan program unschooling untuk ananda yang sangat aktif dan hanya berkegiatan di bidang seni serta rutinitas sebagai ibu rumahtangga biasa yang hidup jauh di pelosok, pedalaman Kalimantan Timur. Hampir tiga tahunan saya menjalani hari-hari sunyi perkebunan, terkadang saja pergi ke kota karena suami sedang mendapat rotasi long weekend atau cuti kerja.
Kemudian di chapter saya harus kembali ke kota untuk mendampingi ananda yang pada saat itu masih berada di jalur formal, saya mendapatkan satu kejutan "menarik" yang akhirnya menjadi salah satu faktor yang membawa saya untuk mendalami homeschooling dan semua konsekuensinya selain karena ananda hatinya juga memilih menjadi homeschooler.
Pada waktu itu saya baru saja tergabung dalam whatsapp group yang beranggotakan the mommies dari anak-anak yang berada di satu kelas formal. Saya benar-benar masih buta tentang apa itu whatsapp group dengan berbagai perbincangan dan cara "bermainnya". Sehingga kemungkinan besarnya saya telah melakukan kesalahan dalam bertutur bahasa di whatsapp group dan terjadilah pem-bully-an itu. Berawal dari komentar saya yang mohon ijin tidak ikut dalam rapat paguyuban yang pada saat itu agendanya adalah untuk memilih koordinator kelas ternyata malah berujung dengan tidak baik. Singkat cerita saya sudah di-bully habis-habisan karena saya sempat dikeluarkan dari grup kemudian dimasukkan lagi. Dan lucunya pada saat itu saya tidak paham betul mengapa sampai dihakimi seperti itu, semua terjadi secara tiba-tiba dan perbincangan dalam grup tersebut meluncur deras menyudutkan saya. Bisa jadi karena tutur kata yang saya gunakan keliru, berkomentar yang kurang tepat pada waktu yang tidak tepat pula atau sebab lain sampai hari ini belum saya ketahui pasti. Dan saya juga tidak ingin tahu karena di lain hal saya punya permasalahan yang harus dihadapi pada saat itu, ananda yang masih sangat rewel karena baru masuk sekolah serta masih dalam proses terapi perilaku. Saya akhirnya merasakan juga bahwa "terjebak" dalam WAG itu jika menolak salah, ikut aruspun serba salah karena tidak menjadi diri sendiri, dilema semua orang di era ini.
Rasanya sungguh seperti naik kapal cepat di tengah gelombang tinggi. Ingin memuntahkan semua ketidaktahuan saya, keterkejutan dan kebodohan saya saat itu kemudian kembali berada di perkebunan, di kehidupan unchool mom yang penuh kegiatan tapi membahagiakan. Saya juga sempat berpikir sepertinya keputusan saya untuk kembali ke kota adalah kekeliruan besar. Saya saat itu hanya seorang Stupid Mom yang baru saja "keluar dari hutan" dengan masih jetlag sana sini dan dengan semua pengalaman baru. Bullying itu benar-benar sangat menyakitkan, jika tidak denngan banyaknya dukungan dari suami, keluarga dan teman-teman terbaik mungkin waktu itu saya sudah langsung kembali ke perkebunan. Tapi kembali saya diingatkan bahwa berada di kota saat itu dengan satu tujuan untuk mendampingi pendidikan ananda.
Di bagian bahagianya, saya memaafkan kejadian tersebut tapi tetap saya ingat sebagai pengalaman berharga meski menyakitkan pada saat kejadiannya. Kemudian saya mengikuti semua kegiatan the mommies meski itu bukan diri saya sebenarnya. Saya jalani saja dengan semangat hanya fokus pada pendidikan ananda. Drama mama-mama muda saya biarkan berlalu, tetapi sebagai titik balik dimana hampir tiap hari saya mulai belajar tentang homeschooling karena saya berpikir sepertinya jalur formal dan semua kegiatannya ini tidak cocok dengan kepribadian saya. Saya bukan anti sosial tetapi lebih merasa menjadi diri saya saat berkegiatan sendiri di rumah. Ternyata ananda pun mempunyai pola pikir yang serupa dengan ibunya. Dia lebih nyaman dan produktif ketika berkegiatan dalam rumah. Tidak ada yang salah dengan suatu pilihan, saya dan ananda bukan jago kandang, follow your heart itu lebih baik daripada hanya sekedar mengekor tetapi tidak sepenuhnya bahagia.
BOOM ... Setelah hampir dua tahun menjalani sekolah formal, saya dan keluarga memutuskan untuk memilih jalur alternatif, sarana pendidikan lain yang mampu membuat saya dan ananda merasa nyaman, bahagia lahir batin. Bukan kah anak bahagia jika orang tuanya pun demikian, dan saya memilih mempunyai anak yang bahagia dengan ibu yang bahagia juga.
Kamipun menyelenggarakan homeschooling di tengah damainya suara aliran sungai Belayan, di bawah naungan pepohonan kelapa sawit yang jika tertiup angin kencang akan bersuara menyeramkan tapi entah kenapa saya suka, seperti berada di Negeri Dongeng dengan happily ever after nya. Semua ini menentramkan sehingga mampu mengeluarkan energi baik untuk mengawal semua proses bertumbuhnya si pesekolah rumah.
Dan teruntuk mama-mama hebat yang pernah menjadi bagian dari cerita hidup saya, terima kasih untuk semua pengalaman berharganya. Saat ini saya telah menemukan jalan lengang yang membuat saya jauh lebih bahagia dan produktif. Salam semangat menjadi super mom untuk putra-putri tercinta dan terus lah berkarya di bidangnya masing-masing.