Saturday, June 13, 2020

Stupid Mom dalam WAG

 
Saya pernah menjadi Stupid Mom dalam WAG yang menjadi korban bullying, tapi saya memaafkan dan bangkit untuk menjadi Homeschool Mom yang Bahagia dan Produktif.

Beberapa tahun yang lalu saat saya mulai pindah ke perkebunan kelapa sawit karena mendampingi suami yang bekerja sebagai karyawan di perkebunan, media sosial belum seperti saat ini. Meski saya sudah aktif di salah satu platform tapi belum marak pembentukan grup-grup whatsapp. Saya menjalani hari-hari dengan program unschooling untuk ananda yang sangat aktif dan hanya berkegiatan di bidang seni serta rutinitas sebagai ibu rumahtangga biasa yang hidup jauh di pelosok, pedalaman Kalimantan Timur. Hampir tiga tahunan saya menjalani hari-hari sunyi perkebunan, terkadang saja pergi ke kota karena suami sedang mendapat rotasi long weekend atau cuti kerja.

Kemudian di chapter saya harus kembali ke kota untuk mendampingi ananda yang pada saat itu masih berada di jalur formal, saya mendapatkan satu kejutan "menarik" yang akhirnya menjadi salah satu faktor yang membawa saya untuk mendalami homeschooling dan semua konsekuensinya selain karena ananda hatinya juga memilih menjadi homeschooler

Pada waktu itu saya baru saja tergabung dalam whatsapp group yang beranggotakan the mommies dari anak-anak yang berada di satu kelas formal. Saya benar-benar masih buta tentang apa itu whatsapp group dengan berbagai perbincangan dan cara "bermainnya". Sehingga kemungkinan besarnya saya telah melakukan kesalahan dalam bertutur bahasa di whatsapp group dan terjadilah pem-bully-an itu. Berawal dari komentar saya yang mohon ijin tidak ikut dalam rapat paguyuban yang pada saat itu agendanya adalah untuk memilih koordinator kelas ternyata malah berujung dengan tidak baik. Singkat cerita saya sudah di-bully habis-habisan karena saya sempat dikeluarkan dari grup kemudian dimasukkan lagi. Dan lucunya pada saat itu saya tidak paham betul mengapa sampai dihakimi seperti itu, semua terjadi secara tiba-tiba dan perbincangan dalam grup tersebut meluncur deras menyudutkan saya. Bisa jadi karena tutur kata yang saya gunakan keliru, berkomentar yang kurang tepat pada waktu yang tidak tepat pula atau sebab lain sampai hari ini belum saya ketahui pasti. Dan saya juga tidak ingin tahu karena di lain hal saya punya permasalahan yang harus dihadapi pada saat itu, ananda yang masih sangat rewel karena baru masuk sekolah serta masih dalam proses terapi perilaku. Saya akhirnya merasakan juga bahwa "terjebak" dalam WAG itu jika menolak salah, ikut aruspun serba salah karena tidak menjadi diri sendiri, dilema semua orang di era ini. 

Rasanya sungguh seperti naik kapal cepat di tengah gelombang tinggi. Ingin memuntahkan semua ketidaktahuan saya, keterkejutan dan kebodohan saya saat itu kemudian kembali berada di perkebunan, di kehidupan unchool mom yang penuh kegiatan tapi membahagiakan. Saya juga sempat berpikir sepertinya keputusan saya untuk kembali ke kota adalah kekeliruan besar. Saya saat itu hanya seorang Stupid Mom yang baru saja "keluar dari hutan" dengan masih jetlag sana sini dan dengan semua pengalaman baru. Bullying itu benar-benar sangat menyakitkan, jika tidak denngan banyaknya dukungan dari suami, keluarga dan teman-teman terbaik mungkin waktu itu saya sudah langsung kembali ke perkebunan. Tapi kembali saya diingatkan bahwa berada di kota saat itu dengan satu tujuan untuk mendampingi pendidikan ananda.

Di bagian bahagianya, saya memaafkan kejadian tersebut tapi tetap saya ingat sebagai pengalaman berharga meski menyakitkan pada saat kejadiannya. Kemudian saya mengikuti semua kegiatan the mommies meski itu bukan diri saya sebenarnya. Saya jalani saja dengan semangat hanya fokus pada pendidikan ananda. Drama mama-mama muda saya biarkan berlalu, tetapi sebagai titik balik dimana hampir tiap hari saya mulai belajar tentang homeschooling karena saya berpikir sepertinya jalur formal dan semua kegiatannya ini tidak cocok dengan kepribadian saya. Saya bukan anti sosial tetapi lebih merasa menjadi diri saya saat berkegiatan sendiri di rumah. Ternyata ananda pun mempunyai pola pikir yang serupa dengan ibunya. Dia lebih nyaman dan produktif ketika berkegiatan dalam rumah. Tidak ada yang salah dengan suatu pilihan, saya dan ananda bukan jago kandang,  follow your heart itu lebih baik daripada hanya sekedar mengekor tetapi tidak sepenuhnya bahagia.

BOOM ... Setelah hampir dua tahun menjalani sekolah formal, saya dan keluarga memutuskan untuk memilih jalur alternatif, sarana pendidikan lain yang mampu membuat saya dan ananda merasa nyaman, bahagia lahir batin. Bukan kah anak bahagia jika orang tuanya pun demikian, dan saya memilih mempunyai anak yang bahagia dengan ibu yang bahagia juga. 

Kamipun menyelenggarakan homeschooling di tengah damainya suara aliran sungai Belayan, di bawah naungan pepohonan kelapa sawit yang jika tertiup angin kencang akan bersuara menyeramkan tapi entah kenapa saya suka, seperti berada di Negeri Dongeng dengan happily ever after nya. Semua ini  menentramkan sehingga mampu mengeluarkan energi baik untuk mengawal semua proses bertumbuhnya si pesekolah rumah. 

Dan teruntuk mama-mama hebat yang pernah menjadi bagian dari cerita hidup saya, terima kasih untuk semua pengalaman berharganya. Saat ini saya telah menemukan jalan lengang yang membuat saya jauh lebih bahagia dan produktif. Salam semangat menjadi super mom untuk putra-putri tercinta dan terus lah berkarya di bidangnya masing-masing. 



 

Friday, June 12, 2020

Ayah adalah Kepala Sekolah


Seorang ayah dalam struktur homeschooling mempunyai peran sangat penting, selain sebagai Kepala Sekolah juga harus bisa menjadi fasilitator untuk lancarnya proses pembelajaran yang membutuhkan banyak strategi serta kreatifitas tersendiri. Sehingga dalam kondisi terbatas sekalipun tetap bisa memberikan fasilitas yang mencukupi untuk mendukung semua rutinitas si pesekolah rumah. 

Peran ini tidak mudah, perlu pembelajaran di setiap harinya dengan selalu meng-upgrade bentuk parenting yang sesuai dengan kondisi jaman. Ada etika-etika dan norma kehidupan yang di dapat dari didikan orang tua dahulu yang masih harus diterapkan tapi tidak sedikit yang perlu "di modifikasi" karena sudah kurang tepat lagi untuk era digital seperti saat ini. 

Dalam homeschooling yang keluarga saya jalani di tengah perkebunan kelapa sawit ini memang banyak sekali tantangannya. Dan saat suami menjadi Kepala Sekolah bagi anak sendiri yang berpola pikir sedikit berbeda dari kebanyakan anak usia 8 tahun memang perlu satu visi yang beyond tomorrow. Perhitungan yang matang dan setidaknya berpola pikir setahap lebih awal dari pemikiran ananda yang super futuristik tetapi juga sangat rewel di beberapa hal yang tidak disukainya. Mengawal serta mendampingi kegiatan-kegiatan pengembangan kepribadiannya ini haruslah sangat sabar, mengontrol emosi yang kadang kala muncul karena bentroknya beda pola pikir perlu disiasati dengan obrolan-obrolan kecil sebelum tidur. Ini sudah seharusnya dilakukan agar dapat menyatukan dua peran berbeda tersebut, karena di sini seorang Ayah yang Kepala Sekolah adalah juga Kepala Sekolah yang seorang Ayah dari si pesekolah rumah. 

Jika boleh menyamakan dengan posisi seorang ayah saat menjadi karyawan dengan banyak rekan kerja yang berbeda dan dengan sabarnya mampu menyelesaikan berbagai masalah dalam dunia kerjanya maka alangkah indah pada saat mengawal si pesekolah rumahnya pun juga demikian. Karena saat belajar tentang hidup di sini adalah semua anggota keluarga dimana orang tua lah yang sebenarnya belajar banyak dari tumbuh kembang anak. Malaikat-malaikat kecil tanpa sayap ini hanya melihat bagaimana keseharian orang tuanya kemudian meng-copy paste dalam rutinitas mereka karena anak-anak adalah peniru yang sangat ulung. Jadi jika dikatakan bahwa anakmu adalah cerminan dirimu adalah benar adanya. Apalagi dengan anak yang seharian berkegiatan di rumah tentu saja keluarga inti lah yang kemudian menjadi panutan pertama baginya. 


"Ayah adalah Kepala Sekolah dan Ibu adalah Madrasah pertama bagi anak-anaknya adalah sudah semestinya dapat diterapkan dalam setiap keluarga karena tidak hanya untuk keluarga homeschooling saja, salam semangat dalam mendidik anak-anak Indonesia untuk semua keluarga hebat di seluruh Nusantara tercinta ini." 











 
 


Friday, June 5, 2020

Homeschooling Dorodango Oranye


 Dalam keterbatasan fasilitas, homeschooling tetap bisa diselenggarakan. Sebagaimana yang terjadi di keluarga saya yang saat ini sedang bernaung di luasnya hutan hujan Kalimantan Timur. Di pedalaman dengan akses yang jauh dari hiruk pikuk perkotaan, keluarga saya tetap menjalani hari-hari sebagai keluarga homeschooling, suami sebagai Kepala Sekolah bertugas mengontrol jalannya pembelajaran dan sebagai pengajar pengembangan kepribadian dengan segala urusan yang sangat laki-laki karena si pesekolah rumahnya adalah laki-laki kecil dengan energi berlebih yang tidak bisa duduk diam. Sedangkan saya dalam hal ini sebagai guru yang mengajarkan tentang akademis, juga beberapa keterampilan dalam bidang seni dan budaya. Keluarga saya mengandalkan alam raya dan teman-teman dengan kekerabatan yang dekat sebagai pendukung. Halaman rumah yang di kelilingi pepohonan disertai berbagai macam spesies sebagai perpustakaan yang dapat di eksplor kapan saja, sedangkan pertemanan dengan berbagai lintas usia adalah sarana untuk untuk bersosialisasinya. 

Menyelenggarakan Sekolah Rumah ini memang harus dinikmati prosesnya, yang mana semua hal kemudian menjadi berbeda. Karena di Sekolah Rumah, akademis bukan menjadi prioritas utama, minat dan bakat lah yang menjadi raja dan ratunya. Dengan berbagai macam cara memfasilitasi ananda dalam memperdalam hobinya serta berusaha menjadi fasilitator yang baik untuk lancarnya proses pembelajaran. Sehingga dalam homeschooling yang diselenggarakan itu akan ada satu kenikmatan yang dapat dirasakan oleh orang tua dan pesekolah rumah itu sendiri yaitu dapat meng-upgrade diri tanpa banyak intervensi. Kemerdekaan dalam belajar dengan batasan-batasan yang aksinya terfokus pada tujuan awal mengapa sebuah keluarga itu memilih jalan yang lengang, homeschooling. 

Dan agar jalanan yang lengang itu semakin nyaman terasa, membuat jadwal untuk rutinitas dalam homeschooling adalah satu faktor penting agar ananda dapat memahami bahwa sekalipun tidak pergi ke luar rumah untuk bersekolah tetapi ada satu keteraturan dalam kesehariannya. Pembuatan jadwal tersebut dapat berdasarkan kesepakatan bersama, karena ciri dari anak yang sudah terbiasa dengan ritme homeschooling adalah respon cepatnya saat diajak berdiskusi dalam mengatur jadwal ataupun kegiatan lainnya. Jadi semakin bertambahnya usia ananda maka akan semakin terlatih untuk cepat tanggap dalam mencari solusi tiap permasalahan yang muncul. 

Seperti saat kita akan bepergian, masing-masing sudah menentukan destinasi, sarana dan akomodasi yang sesuai dengan kebutuhan. Demikian halnya dengan homeschooling yang menjadi salah satu sarana dalam bidang pendidikan untuk mencapai tujuan yang diinginkan tiap keluarga. Bagian tersulitnya adalah saat pertama akan memutuskan dan memulainya. Akan banyak pertanyaan-pertanyaan besar yang semakin terkumpul dan jika belum menemukan satu jawaban yang menentramkan maka akan berakhir dengan kembali mendelegasikan ananda kepada Sekolah Formal. Di sini memang sangat dibutuhkan orang tua yang pembelajar. Oleh karena itu, sesaat setelah tertarik dengan kehidupan di jalan lengang ini segeralah belajar dan mencari nara sumber yang berkompeten, dapat pula segera mendatangi PKBM terdekat untuk berkonsultasi, berdiskusi serius tapi santai dan berusahalah untuk menemukan jawaban yang panjang kali lebar tentang "belajar kehidupan" ini. Nah, sekarang pertanyaannya apa itu PKBM? Mungkin sebagian masih asing dengan istilah ini, PKBM adalah singkatan dari Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat yaitu suatu lembaga non formal yang dinaungi oleh Dinas Pendidikan Direktorat Jendral Pendidikan Anak Usia Dini dan Pendidikan Masyarakat, serta Kemendikbud dengan memiliki program keseteraan paket A, paket B, dan paket C. 

Ketika berbicara tentang pendidikan kesetaraan, pendekatan dalam Sekolah Rumah ini memiliki rentang yang lebar antara yang sangat tidak terstruktur (unschooling) hingga yang sangat terstruktur (school at home) meskipun dalam prakteknya mempunyai struktur yang begitu berbeda dengan Sekolah Formal. Di negara kita sendiri masih sedikit yang menggunakan pendekatan unschooling, rata-rata hampir semua berorientasi terstruktur sebagaimana dilakukan oleh komunitas-komunitas sekolah rumah ataupun lembaga non-formal penyelenggara homeschooling. Dan sebagai bentuk pendidikan non-formal, semua pesekolah rumah harus menempuh ujian nasional pendidikan kesetaraan jika ingin mendapatkan pengakuan ijazah kesetaraan. 


Jika telah bergabung dengan salah satu PKBM yang dirasakan paling cocok dengan kebutuhan keluarga maka keluarga tersebut akan dibimbing dalam merancang kurikulum yang dapat dikustomisasi, semua dapat disesuaikan minat dan bakat ananda dengan porsi masing-masing jenjang. Seperti keluarga saya yang sudah bermitra dengan Sekolah Dolan - Malang, Jawa Timur dengan mengambil kelas Distance Learning karena terbentangnya jarak antara pulau Jawa dan Kalimantan, akan tetapi tidak ada kendala berarti dalam proses pembelajaran. Sekalipun ada sedikit halang rintang dalam prakteknya itu sangatlah wajar, atas ijinNya dan kebaikan semesta semua dapat diatasi, semua dapat dipelajari dan semua dapat diperjuangkan saat sudah punya tujuan pasti mengapa memilih jalur alternatif ini.

Bagaimanakah dengan sekilas penjabaran saya tentang home base education ini, apakah semakin tertarik atau malah sebaliknya? Di pandemi 2020 ini memang banyak orang tua yang berpikir lebih baik berpindah pada pendidikan berbasis keluarga ini tetapi harus diingat untuk tidak terburu-buru memutuskan karena ini adalah pilihan yang prosesnya sangat panjang dan penuh lika liku. Banyak faktor yang harus di pelajari dengan pemahaman yang out of the box karena memang harus sedikit gila untuk berani memutuskan menjadi keluarga homeschooling. 

Homeschooling sendiri dalam benak saya itu dorodango berwarna oranye, dorodango adalah kesenian tradisional pembuatan bola tanah liat yang berasal dari Jepang, dibuatnya dengan proses panjang penuh kesabaran agar hasilnya dapat bersinar secerah matahari oranye di kala senja. 

"Sudah siapkah keluarga anda menjalani homeschooling dorodango oranye?"