Sunday, May 8, 2022

Bulan Bersahaja


    Assalamualaikum .... 
Karena masih dalam rangkaian hari-hari nan suci, ijinkan kami sekeluarga mengucapkan Selamat Hari Raya Idul Fitri untuk semua yang merayakannya. Maafkan salah dan khilaf jika di blog ini ada tulisan yang mungkin kurang patut dan tidak berkenan di hati. 
    Dan bagaimana liburan Hari Raya kali ini? Pastinya berbagai cerita bahagia bertemu keluarga yang akan menjadi pembicaraan dalam beberapa hari ke depan. 
    Hmm .... Semua karena Lebaran memang selalu penuh kenangan di setiap tahunnya. Begitupun dengan Lebaran keluarga kami, selalu ada cerita tersendiri yang akan menjadi topik pembicaraan serta candaan keluarga. 
    Seperti kami yang sudah lima kali Lebaran merayakannya di perkebunan, tentu saja ada bermacam cerita dibalik keputusan berlebaran di tempat yang sunyi ini. Berada jauh dari perkotaan dan tentu saja belum bisa berkumpul dengan keluarga besar tidak pernah membuat kami kehilangan makna Ramadhan serta Idul Fitri. 
    Berkesadaran penuh kami berpuasa dan berlebaran dengan bahagia bersama keluarga-keluarga seperantauan di sekitar kami.
 
    Tahun ini sungguh istimewa setelah Ramadhan tahun lalu 14 hari lebih kami harus berjuang melawan covid 19. Dan Ramadhan kali ini kami serta si mas pesekolah rumah sudah benar-benar bisa menjalani rutinitas yang ada di bulan suci. 
    Alhamdulillah secara alami muncul beberapa hal yang dapat mengajarkan pada si mas pesekolah rumah tentang betapa mulia serta bersahajanya bulan Ramadhan dan Syawal. Perkembangan yang kami harapkan terjadi di waktu yang sudah semestinya. Semua yang alamiah tanpa paksaan memang selalu menyenangkan meski mungkin tampak lambat bagi keluarga lainnya. Tak mengapa, memang seperti inilah hakikat dari organic homeschooling yang kami jalani.
    Dan, satu bulan ini saat senja tiba, homeschooler kami selalu berbuka bersama teman-temannya di masjid, mereka berbuka dengan bermacam makanan bersahaja khas masyarakat setempat. Terkadang dia akan pulang setelah sholat maghrib dengan membawakan saya sepotong kue atau satu kotak nasi lengkap dengan lauknya, katanya "Ini buat ibu ..." tapi tak jarang dia akan melanjutkan sampai selepas sholat tarawih baru pulang. Itulah caranya bersosialisasi meski tidak bersekolah formal. Kami membebaskannya mengeksplor segala yang ada di perkebunan ini dengan batasan-batasan tertentu.
       Kembali tentang suasana bulan mulia ini di sunyinya perkebunan. Tidak adanya pasar Ramadhan di tempat tinggal kami seperti halnya di perkotaan adalah satu keindahan tersendiri untuk mengenal warna bulan puasa seperti dulu di tahun-tahun sebelum bergeloranya kesenangan berkuliner seperti sekitar 17 tahunan terakhir ini. Memang ada beberapa ibu-ibu yang menjajakan makanan untuk takjil tetapi itu pun dapat di hitung dengan jari. Tidak ada euforia hilir mudik sore hari membeli menu berbuka, semua nampak seperti dalam kenangan masa kecil saya dan suami. Hanya ada hal indah menunggu berbuka dengan melakukan kegiatan yang bermanfaat bersama teman atau hanya di rumah sambil membantu menyiapkan menu berbuka. 
    Sebenar-benarnya pembelajaran dalam satu bulan penuh untuk si mas pesekolah rumah memahami bagaimana rutinitas yang terjadi di bulan Ramadhan dan Syawal. Dan homeschooler kami selama Ramadhan sudah bisa menjalaninya dengan penuh kesederhanaan. Ini sudah lebih dari cukup untuk membuat kami bersyukur dapat merayakan 1 Syawal di mana saja. 
   Saat kembali melihat berita di televisi dan di beberapa platform media sosial tentang kemacetan arus mudik tahun ini menjadi satu bentuk kegembiraan pula. Ikut senang beberapa teman dalam circle keluarga juga sudah bisa kembali mudik dengan suka cita. Doa-doa menyertai mereka, selamat sampai tujuan dan kembali lagi ke perkebunan dengan baterai semangat yang penuh. 
    Dan di pagi hari raya dengan hal tersyahdu saat bersujud, berbisik pada bumi untuk Dia yang ada di langit dalam harumnya Idul Fitri nan sunyi. Berjamaah dengan beberapa keluarga yang tersisa karena tidak mudik ke kampung halaman menyisakan bahagia tersendiri dan akan menjadi kenangan yang tidak tergantikan. 
    Inilah cerita Bulan Bersahaja keluarga kami tahun ini. Bagaimana dengan keluarga teman-teman, semoga cerita bahagia yang selalu bisa dibagikan. Salam bertumbuh dengan gembira dari dalamnya hutan hujan Kutai Kartanegara. 

Banyak beterbangan kunang-kunang
Cahayanya menerangi sisi hutan
Idul Fitri telah datang
Sekali lagi apabila ada salah dan khilaf mohon dimaafkan

.


Mei 2022,

Kutai Kartanegara


Friday, March 4, 2022

"Ada Hantu Di Perkebunan?"


    Mengapa berjudul "Ada Hantu Di Perkebunan?" 
Begini ceritanya ... 

    Berawal di suatu petang. Langit tampak bermendung gelap dengan sedikit rintik hujan dibarengi suara berderak khas pelepah pohon kelapa sawit tua saat bergesekan terkena angin. Si mas pesekolah rumah pulang dari masjid selepas sholat maghrib dengan wajah pucat dan tergopoh-gopoh memasukkan sepeda roda dua kesayangannya sambil bertanya "Ibu ... hantu itu seperti apa?" 

    Terkejut dengan pertanyaan itu, saya langsung menggandeng tangannya dan memberi minum agar nafasnya kembali teratur. Sambil berpikir bagaimana menjawab pertanyaan yang sebisa mungkin sesuai dengan nalar anak agar nantinya dapat dijadikan bahan diskusi sampai dia dewasa kelak. 

    Karena bentuk, wujud dan rupa hantu itu tergantung asumsi masing-masing individu. Oleh karena itu ada yang berpendapat bahwa hantu itu berwarna putih dan melayang-layang, yang lain berkeyakinan bahwa hantu itu berbulu lebat, besar dan berwajah seram, adapula yang berkata hantu itu cantik, berbau harum dengan suara tawa yang semacam ringkikan kuda, semua itu sah-sah saja karena menurut saya sampai saat ini belum ada gambaran baku tentang wujud mereka. Dalam pandangan saya, jika berhubungan dengan hantu, setan, jin atau apapun namanya itu masih abstrak untuk di perdebatkan yang dapat memunculkan konklusi baku tentang bentuk, rupa wujud mereka.

    Dengan beberapa pilihan jawaban untuk pertanyaan tersebut, saya ambil opsi yang lebih bersahabat untuk pola pikir anak agar dapat di terima logika mereka. "Menurut ibu, hantu itu sama seperti kita manusia, punya keluarga, punya rumah, makan minum dan pergi ke pasar tetapi kita tidak bisa melihat mereka meskipun mereka ada di sekeliling kita. Mereka itu hidup berdampingan dengan kita tetapi untuk bentuknya seperti apa ibu juga tidak tahu, bisa saja segitiga, lingkaran ataupun belah ketupat. Mungkin bisa kita samakan dengan bentuk alien. Tidak ada yang mengetahuinya dengan pasti."

    Dengan harapan dia akan berpikir lebih dalam lagi dan membuat pertanyaan lain semisal bagaimana cara hantu makan dan minum ataupun cara mereka berkembang biak, dengan membelah diri atau bertelur, kemudian cara mereka bernafas dengan kulit seperti cacing atau dengan insang bahkan bisa saja tidak bernafas. Banyak sekali kemungkinannya karena untuk mengetahui anatomi makhluk tak kasat mata ini juga belum sedetail itu informasinya sampai saat ini.

    Mendengar penjelasan seperti itu, dia terbelalak, "Jadi di samping kita semua ini ada hantu tapi tidak kelihatan? Ibu juga tidak bisa lihat kah? ... tapi ada suaranya kah buuu ...? Kata teman-temanku di masjid tadi, "Kau gak takut kah kalau pulang lewat pohon beringin di ujung itu ada suara tertawa ...?!?"

    Ini pertanyaan sambungan yang makin membuka diskusi tentang wujud serta suara hantu. Ternyata telah beredar cerita seram di kalangan anak-anak perkebunan tentang suara tawa di pohon beringin yang letaknya ada di belakang bangunan sebuah mess untuk para tamu yang datang dari luar perkebunan dalam rangka pekerjaan. Cerita horror bahwa sering terdengar suara tawa di malam hari saat ada yang melintas di jalanan samping pohon tersebut. Itu lah yang membuat teman-temannya penasaran ingin tahu seberapa besar keberanian ini anak untuk pergi dan pulang sendiri ke masjid di saat suasana telah gelap dan harus melewati pohon yang konon dikatakan sebagai tempat tinggal makhluk dari dunia lain. 

    Untuk menjelaskan dengan tidak membangun ketakutan lain lagi memang perlu ekstra hati-hati dalam pemilihan kalimatnya. Jadi saya lanjutkan dengan memberi penjelasan yang sederhana, "Selain malaikat, satu lagi dari ciptaan Tuhan yang tidak terlihat oleh mata manusia adalah hantu. Dan hantu juga bermacam jenisnya sama seperti bintang di langit dengan banyak nama dan macamnya, sama juga seperti tumbuh-tumbuhan dan hewan di sekeliling kita yang mempunyai ratusan bahkan ribuan jenis. Nah, dari semua makhluk tersebut ada yang dapat bersuara dan tidak terdengar suaranya oleh telinga manusia. Sekarang ibu ingin tahu, menurutmu sendiri bagaimana bentuk dan suara hantu itu?" Agak lama dia berusaha mengaitkan cerita teman dan jawaban disertai pertanyaan dari ibunya. "Hmm ... hantu itu seram lah, suaranya juga seram." yang saya timpali dengan pertanyaan lain, "Memangnya pernah lihat dan dengar sendiri suara hantu?" Dia menjawabnya dengan cepat, "Pernah, lihat di film horror." 

   Obrolan tentang hantu yang makin seru, "Baiklah, tidak masalah kalau pernah lihatnya di film dengan wajah serta suara seram. Tapi apakah film tentang hantu itu nyata atau hanya karangan manusia saja?" Matanya tampak menerawang mencari-cari jawaban, "Ahha, film itu kan buatan manusia, jadi gak betulan kah bu ... jadi kalau lewat pohon beringin di belakang mess itu gak usah takut kah kalau hantunya tertawa? kan gak kelihatan juga ya..." 

    Masih berusaha menjelaskannya lagi tapi tetap tanpa klasifikasi khusus, "Sekarang begini, pernah kah lihat ibu takut bangun tengah malam? Ibu kadang berkegiatan tengah malam sambil mendengar banyak macam suara binatang, suara angin, dan mungkin suara hantu tertawa karena suara hantu tertawa bisa jadi tidak sama seperti suara manusia saat tertawa. Karena bagaimana rupa, bentuk dan wujudnya saja belum ada kejelasan apalagi suaranya. Hmm ... masih ingat tentang poltergeist?" Terdiam menatap saya kemudian mengangguk. "Benda-benda di dunia ini dapat bergerak tiba-tiba tanpa kita ketahui kekuatan apa yang menggerakkannya, bisa jadi ada medan magnet di sekitarnya atau entahlah. Seperti yang sering kita lihat sendiri saat nature walk pagi hari, di antara rimbun dedaunan ada satu daun yang bergerak sendiri dengan gerakan yang sangat cepat. Ibu selalu katakan jangan takut karena ini kemungkinan adalah poltergeist dan itu sangat wajar terjadi."

    Memberi umpan balik seringnya cukup ampuh untuk menjawab sebuah pertanyaan. Saat dia menggeleng untuk menyatakan tidak pernah melihat ibunya takut saat tengah malam harus melakukan beberapa hal, kembali saya tekankan, "Kalau begitu, kenapa harus takut dengan hantu dan suaranya yang masih belum kita tahu pasti seperti apa, ya kan ...?" Dia tersenyum sambil berkata,"Kalau aku takut, aku baca doa aja ya buuu ..." Dengan satu anggukan dari ibunya paling tidak bisa membuat ketakutannya tadi berganti dengan rasa nyaman. Walaupun belum bisa dipastikan apakah esok hari dia akan mampu mengalahkan rasa takutnya saat melintas di jalanan samping pohon beringin.

    Kalau throw back ke beberapa tahun yang lalu. Selama kami tinggal di sini, sedikitpun dia tidak pernah takut pada gelapnya perkebunan. Saat si ayah tidak bisa menemani karena belum pulang dari kantor, dengan bersepeda dia pergi dan pulang sendiri ke masjid meski suasana sekitar sudah gelap sekalipun. Kebiasaan menjadi pemberani sedari usia 5 tahun ini tidak boleh hilang begitu saja hanya karena cerita seram dari teman-temannya. Tetapi tidak bisa dihindari pada anak-anak usia 9 tahunan memang sudah mulai muncul rasa takut sebagai bentuk sinyal waspada akan ancaman dari luar, ini bagus untuk tumbuh kembangnya. Pengalaman berharga pula untuknya bahwa ada berbagai macam perasaan dalam diri manusia yang bisa di redam dengan logika. 

    Mungkin si mas pesekolah rumah ini memang tidak pernah memakai seragam pramuka tapi dalam jiwanya ada api semangat pemberani sebagai praja muda karana dari pedalaman Kalimantan Timur. 

    "All the World is my School ... Setiap kejadian adalah pelajaran kehidupan yang tak tergantikan oleh mata pelajaran apapun karena bagi keluarga homeschooler seperti kami, seluas bentang alam raya ini adalah sekolah."


Salam bertumbuh dengan gembira,

Kutai Kartanegara, Maret 2022 




Tuesday, February 15, 2022

Karena Homeschool Mom Itu, Renjana


Hai hai haiii ... 
Sudah di tahun 2022

Lama tidak menulis, lama pula tidak bercerita tentang perkembangan homeschooling keluarga kami. 
Di bulan-bulan menuju akhir tahun lalu, saya memang memutuskan tidak menulis dulu di blog ini. 

Dengan beberapa kali melakukan perjalanan ke kota menjadi waktu yang berharga untuk memulihkan satu, dua dan sekian sebab berhenti menulis untuk sementara. Bukan tanpa alasan mengapa keputusan itu terbentuk. 
"Isi kepala sedang ramai," itulah yang terjadi. Ya, ramai dengan bermacam hal yang membuat tidak fokus dalam menulis. Keinginan untuk mulai membuat outline buku kedua juga tersendat, rapuh sekali otak ini hahaa ...
Sepertinya inspirasi memang akan datang sendiri, merenung sambil mencarinya pada saat duduk di pinggiran kolam sekalipun tak akan pernah ketemu. Maka, lebih baik berhenti, sementara. Menunggu "kedatangannya" sambil terus berkegiatan bersama si mas pesekolah rumah. 

Dan satu dari keramaian isi kepala pada saat itu adalah terlalu baper tentang bagaimana menentukan perjalanan homeschooling di fase terstruktur ini. Sebaiknya sudah mulai menggunakan metode tertentu kah? Karena seperti yang diketahui bahwa ada beberapa metode atau model homeschooling yang bisa di pilih oleh masing-masing keluarga. Diantaranya adalah School at Home, Unschooling, Eclectic, Waldorf, Classical, Charlotte Mason dan Montessori. Dari sekian model homeschooling tersebut memang metode Charlotte Mason lah yang dari sebelum memutuskan untuk ber-homeschooling sudah sangat menarik perhatian meski di beberapa prinsipnya sangat berat bagi keluarga banyak santainya seperti kami.  

Pilihan untuk menggunakan metode tertentu ini atau tetap saja di zona tanpa metode dengan berbekal intuisi seorang homeschool mom kok terjadi lagi? ... Yang pernah membaca blog saya di chapter Homeschooling Itu "Belantara" pasti paham awal dari pusaran soal cerita berulang ini dengan tambahan semakin tertarik dengan salah satu metode populernya. Meresahkan sih karena dua kali dipermasalahan yang sama rasanya itu sedikit ada horor-horornya meski tidak sehoror suara gelegak air dalam dispenser di tengah malam. So, apa benar kehidupan homeschool mom prosentase gundahnya lebih banyak? Bisa jadi! 

Kalau rindu itu berat, proses perjalanan homeschooling itu tanpa beban jika paham alurnya. Meski momen yang membawa kebaperan dapat terjadi tiba-tiba, entah karena paparan media sosial ataupun melalui percakapan dengan beberapa praktisi sekolah rumah. Oleh karenanya pertimbangkan benar-benar sebelum memasuki homeschooling zone. Jangan sampai kena mental kata anak muda revolusi industri ke 4 ini. Terus belajar memanglah kunci utamanya, terutama belajar tidak baperan ya hahaa ... 

Mempelajari pengalaman beberapa teman seperjalanan, saat di fase terstruktur selalu terjadi galau bertingkat. Memang tidak bisa dihindari seperti saat bertemu ular di tengah blok perkebunan saat lintas alam bersama si bocah homeschooler, maka sebaiknya diam, sejenak. Biarkan suasana hening, biarkan dia melintas, biarkan alam yang menariknya menuju perdu dan semak. Sebagaimana alam mengajarkan hal tersebut, begitu pula yang sebaiknya dilakukan untuk meredam suasana hati dan pikiran. 

Hal pertama yang menjadi pilihan untuk menemukan jawabannya adalah berjarak dengan media sosial, kembali memperdalam banyak hal tentang sejarah persekolahan, tentang bagaimana pendidikan sebelum adanya persekolahan dan bagaimana cara manusia di masa tersebut mewariskan tradisi leluhur, budaya setempat, nilai-nilai kesopanan, agama, adat istiadat, berbagai macam ketrampilan serta ilmu pengetahuan lain dari generasi ke generasi. 

Kemudian membaca ulang dan memahami setiap kata dan kalimat di Sekolah Itu Candu karya Roem Topatimasang terbitan 1998, benar-benar dapat menjadi pelipur lara, obat dari keramaian isi kepala karena terpapar beberapa hal yang sedikit membuat guncangan saat menjalani sekolah rumah tunggal ini. Yang realitanya cukup sering membutuhkan suplemen jiwa. 

Enam bulan, semacam di detox, perlahan dipulihkan oleh angin ekstrim di cuaca tak menentu awal tahun 2022 ini. Menjadi homeschool mom di tengah perkebunan kelapa sawit memang menyajikan berbagai tantangan. Tetapi saat dapat merasakan setiap birama yang terdengar dari sunyinya pagi hari, suara alam kala senja bahkan resonansi hujan petir di gelap gulitanya malam hari semakin menyakinkan bahwa setiap jiwa yang dapat selaras dengan kehidupan di perkebunan ini hanyalah orang-orang tertentu. Begitu pula ketika menjadi homeschool mom di sunyinya perkebunan, itupun dapat terlewati karena telah menjadi yang terpilih akan mampu menjalaninya. Homeschooling memang satu panggilan kuat dari dalam hati yang kemudian perlahan menjadi way of life

Kegundahan-kegundahan yang ada memang sudah sewajarnya terjadi. Itu menunjukkan bahwa kita bertumbuh dalam passion untuk memperbaiki proses panjang perjalanan Kelas Tanpa Sekat ini menjadi lebih tertata, terstruktur lagi. Tak mengapa meski terstrukturnya dengan ala-ala homeschooler santuy macam kami ini. Dalam homeschooling semuanya sah dan boleh-boleh saja, tetapi dengan batasan-batasan tertentu pastinya. Karena jika terlalu ke tepian maka hanya akan membenarkan kepentingan diri sendiri, tidak ada toleransi dan radikalisme lah yang akan menghampiri. 

"Memaknai bahwa menjadi homeschool mom adalah Renjana. Satu passion, satu kegembiraan, satu hal menyenangkan yang berharga untuk diperjuangkan. Maka di saat itulah semesta akan bergerak memberi tanda untuk menemukan kembali Renjana yang sempat tertindis."  


Salam bertumbuh dengan gembira dari Kelas Tanpa Sekat 

Pulau Pinang, Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur