Bersama dalam sunyi, berkegiatan dalam sepi.
Merasakan segala manfaat angin, air dan tanah minim polusi. Hanya sesekali terdengar suara kendaraan melintas, truk pengangkut hasil panen kelapa sawit, itupun tidak setiap hari akan lewat depan rumah. Suara-suara di sekitar akan riuh kala anak-anak mulai berkegiatan di sore hari selepas sholat ashar.
Anak-anak matahari khatulistiwa ini berasal dari suku, agama, dan adat budaya yang berbeda-beda. Indah bukan, mereka berkumpul dalam satu waktu bermain dan belajar mencintai sesamanya. Berharap kelak mereka dewasa akan tetap seperti ini, tetap ber-Bhinneka Tunggal Ika, tetap saling
menghormati juga menghargai perbedaannya.
Bahasa yang mereka gunakan memang bahasa Indonesia tetapi dengan dialeg yang bercampur dengan bahasa daerah setempat. Inilah, gambaran tanah air tercinta kita, semua dapat berbaur dalam satu kesatuan yang jika terus di pupuk maka akan tetap teguh bersatu.
Dalam jalan cerita di bagian ini, saya merasa sangat beruntung karena anak saya berada di lingkungan yang beragam. Belajar mengenal banyak suku dengan adat dan agama yang berbeda pula. Dia mulai paham bagaimana harus menghargai bahwa temannya yang bersuku Batak, Dayak, Toraja dan Maluku yang beragama nasrani harus pergi beribadah minggu di gereja. Sebaliknya teman-temannya akan duduk menunggu anak saya saat sedang menjalankan ibadahnya di masjid untuk kemudian berkegiatan bersama. Pelajaran penting untuk kerukunan antar umat di dunia ini yang tidak hanya di pelajari dari buku saja tentunya.
Kelas Tanpa Sekat memang belajar tentang hidup dan life skills. Karena dalam mendidik anak bukanlah hanya tentang kecenderungan pada mata pelajaran saja. Pendidikan itu jauh lebih luas, sebagaimana yang dapat kita pelajari di channel Tanam Benih Parenting tentang dasar pola pikir besar dalam mendidik dan mendampingi anak-anak. Ada satu catatan penting yang saya pelajari di mana UNESCO di tahun 1999 menyatakan bahwa Four Pillars of Education dalam mendidik anak-anak itu adalah, pertama, Learning to Know yaitu belajar untuk mengetahui, bagaimana mendidik anak dengan pengetahuan, memberikan pengetahuan-pengetahuan kognitif yang menginformasikan tentang segala ilmu dunia dan komplesitasnya. Yang kedua adalah Learning to Do yaitu belajar untuk melakukan, ini adalah belajar melatih berbagai macam ketrampilan pada diri anak karena semakin anak mempunyai banyak ketrampilan maka anak-anak akan semakin baik hidupnya dan percaya diri. Dan yang ketiga adalah Learning to Live Together yaitu belajar untuk hidup bersama. Ini adalah mengajarkan mereka bagaimana berempati pada orang lain dan bagaimana bisa berdiskusi dengan baik serta ngobrol dengan baik meski dengan lintas usia. Terakhir, yang ke empat adalah Learning to Be yaitu belajar menjadi. Ini adalah bagaimana mendidik anak-anak mengembangkan dirinya menjadi manusia yang berkepribadian kuat.
Di kaki saya berpijak, di pulau yang berhawa panas, Borneo, saya dan keluarga sedang belajar tentang empat pilar penting dalam mendidik anak tersebut. Learning by doing di setiap harinya, semua berproses dalam dekapan alam indah tanah Khalamanta. Ini yang saya syukuri karena dengan menyelenggarakan homeschooling semua goals dalam keluarga dapat tersusun rapi.
Tetapi bagaimana dengan teman-teman kecil di sekitar ?
Sekalipun di sini, bukan lagi daerah terpencil tanpa sarana pendidikan, tetapi di sini adalah Indonesia dengan fasilitas pendidikan yang terbatas meski semua telah terjamah teknologi. Anak-anak usia sekolah dan keluarga mereka masih sangat membutuhkan sentuhan pendidikan yang jauh lebih baik lagi.
Datang, dan lihatlah hamparan tanah oranye, lantai bagi kehidupan di bumi Bukan Black Borneo ....
Ada keluarga homeschooling saya yang berharap semua teman-teman kecil di sini dapat pula merasakan arti Merdeka Belajar seutuhnya.
No comments:
Post a Comment