Monday, May 11, 2020

Kelas Tanpa Sekat vs Ibu Rumah Tangga

Pernah di satu masa saya terbawa arus pemikiran yang belum sempurna. Rumus yang terbentuk turun temurun dalam lingkaran sosial bernama masyarakat bahwa jika perempuan sudah sekolah tinggi dan mencapai gelar sarjana, selepas itu haruslah bekerja. Dengan beberapa alasan dominan yang seakan menjadi dosa besar saat perempuan berpendidikan tinggi memilih untuk tidak berkarir.

Sedangkan dalam pemahaman saya pribadi bahwa perempuan yang bersekolah sampai level tertinggi sekalipun kalau memang pada ujungnya dia memilih akan menjadi seseorang yang tidak bekerja di luar rumah, ilmu yang dia dapat adalah bekal dengan menu sehat untuk mendidik anak-anak dan keluarga mereka saat sudah menjadi ibu, tidak ada kerugian apapun didalamnya. Eksistensinya semakin bersinar, karena berproses menjadi wanita terpelajar yang juga pendidik keluarga.

Ada satu kutipan dari Tere Liye seorang penulis novel yang beberapa karyanya pernah diangkat ke layar kaca. Tulisannya tentang ibu rumah tangga seakan menguatkan bahwa pemahaman saya selama ini tidaklah salah. "Ketika seorang ibu rumah tangga menghabiskan waktu mengurus keluarga, anak, suaminya, maka jangan tatap masa-masa berlalu cepat dan ibu itu hanya begitu-begitu saja di rumah, malah semakin menua. Tapi tataplah anak-anaknya yang tumbuh besar, jadi anak-anak keren. Tataplah suaminya yang berkembang mengagumkan, menjadi orang-orang yang hebat. Itulah hakikatnya seorang ibu rumah tangga, tidak dilihat dari dirinya. Tapi dari orang-orang yang dia cintai di sekitarnya."  

Dan saya, SAAT INI, di takdir manis sedang menjalani "dosa besar" yaitu murni menjadi ibu rumah tangga yang di rumah saja. Mengapa saya tekankan saat ini, karena di sekitar belasan tahun silam saya adalah perempuan yang bekerja di luar rumah. Di mulai dari 1998 saat saya masih belum mendapatkan gelar sarjana pun sudah mulai menjalani masa-masa menjadi seorang yang bekerja. 

Apakah saat itu saya bahagia? Ya dan Tidak. Ya, karena setidaknya saya sudah melakukan apa yang menjadi "keharusan" menurut masyarakat. Tidak, karena ternyata saya belum bebas untuk menjadi diri sendiri. Sampai pada takdir, Dia Yang Maha Asik, begitulah kata Sudjiwo Tedjo, memang benar-benar Maha Asik. Karena tanpa disadari telah menggiring hidup saya berproses menjadi Ibu Rumah Tangga yang merdeka menjadi diri sendiri. 

Jika sebelumnya saya merasa menjadi Seniman Bayangan memang hambar, saya gunakan istilah tersebut karena lulusan sekolah sastra tetapi belum juga menghasilkan karya sastra. Saya memang pernah menjadi staff pengajar di beberapa lembaga pendidikan dan akademi bahasa, saya yang juga penyuka seni dalam bentuk apapun sudah pula menggunakan jari jemari untuk membuat beberapa karya yang menghasilkan uang tetapi entahlah seperti ada sesuatu yang mengganjal dan belum terlaksana.

Sampai pada satu waktu telah membawa saya menjadi praktisi homeschooling dengan segala seni nya pula. Kemudian berawal dari percakapan singkat di kolom komentar satu akun media sosial milik bapak Lukman Hakim, "Kepala Suku" anak-anak Homeschooling Sekolah Dolan - Malang untuk menuliskan kegiatan bocah saya di majalah Sekolah Dolan. Entah mengapa saat tiba di persimpangan, saya mantap berbelok melanjutkan tantangan tersebut dengan membuat buku non fiksi yang Alhamdulillah sudah siap di baca oleh semua kalangan. 

Kelas Tanpa Sekat yang saya selenggarakan di tengah luasnya perkebunan kelapa sawit ini telah meng-upgrade diri saya, seorang Ibu Rumah Tangga biasa, salah satu profesi membanggakan dari sekian banyaknya profesi hebat di dunia. Saya bersyukur dapat terus "bekerja" mengamalkan ilmu selepas menjadi sarjana meski hanya dari rumah saja. Karena homeschool mom itu juga adalah teacher, cook, gardener, housekeeper, nurse, fashion coordinator, photographer, video editor dengan tanpa menghilangkan keanggunan seorang Mother. Saat kemudian bermetamorfosis menjadi pemula dalam hal menulis yang memang tak pernah terbayangkan sebelumnya, saya merasa inilah satu ganjalan yang selama ini berusaha saya temukan. Ternyata tersembunyi dalam lorong masa depan.

Inilah satu dari sekian hal menakjubkan yang terjadi di balik keberadaan Kelas Tanpa Sekat di gelapnya hutan hujan Kalimantan Timur. Perubahan saya dan keluarga ke arah jalan hidup yang semakin banyak kelokan tajam, tebing curam dan tanjakan licin tetapi membahagiakan ini pasti karena offroad untuk sebagian orang memang memicu adrenalin, tak terkecuali keluarga saya. 

Untuk itu terima kasih atas dukungan penuh cinta dari suami dan si bocah pesekolah rumah di banyak hal yang terjadi dalam proses upgrade diri saya.

Penampakan sampul buku perdana saya sebagai satu momen pembebasan diri dari belenggu doktrin sosial selama ini. 

Dan jika tertarik untuk membaca buku Velocette, Homeschooler dari Tanah Hulu dapat langsung chat di whatsapp 081217143366 atau "meninggalkan jejak" di kolom komentar. 



No comments:

Post a Comment